Penghapusan RSBI
PENGERTIAN
RSBI (RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL)
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
adalah Sekolah Standar Nasional (SSN) yang menyiapkan peserta didik berdasarkan
Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf Internasional sehingga
diharapkan lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.
TUJUAN PROGRAM RSBI
Umum
a) Meningkatkan
kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat Tujuan Nasional dalam
Pembukaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, UU No.20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS,
PP No.19 tahun 2005 tentang SNP( Standar Nasional Pendidikan), dan UU No.17
tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang menetapkan
Tahapan Skala Prioritas Utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-1
tahun 2005-2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap
pelayanan pendidikan.
b) Memberi peluang
pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas bertaraf nasional dan
internasional.
c) Menyiapkan lulusan yang mampu berperan aktif
dalam masyarakat global.
Khusus
Menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang
tercantum di dalam Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan standar
kompetensi lulusan berciri internasiona.
RSBI/SBI adalah sekolah yang berbudaya
Indonesia, karena Kurikulumnya ditujukan untuk Pencapaian indikator kinerja
kunci minimal sebagai berikut:
1) menerapkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP);
2) menerapkan
sistem satuan kredit semester di SMA/SMK/MA/MAK;
3) memenuhi Standar
Isi; dan
4) memenuhi Standar Kompetensi Lulusan.
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai
dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
1) sistem
administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana
setiap saat siswa bisa mengakses transkripnya masing-masing;
2) muatan mata
pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah
unggul dari salah satu negara anggota OECD (Organization for Economic
Co-operation and Development) dan/ atau negara maju lainnya yang mempunyai
keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; dan
3) menerapkan standar kelulusan sekolah/
madrasah yang lebih tinggi dari Standar Kompetensi Lulusan.
Adalah tidak benar kalau guru Bahasa Indonesia
harus menggunakan Bahasa Inggris dalam memberikan pengantar pelajarannya,
walaupun hal tersebut boleh saja dilakukan, tetapi penggunaan Bahasa Inggris
adalah untuk pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti
kejuruan saja, sebagaimana dalam Bagian Proses
Pembelajaran RSBI/SBI dinyatakan sebagai berikut: ‘’Mutu setiap
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dijamin dengan keberhasilan
melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran
disesuaikan dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator
kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Proses.’’ Selain itu,
keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci
tambahan sebagai berikut:
a) proses pembelajaran pada semua mata pelajaran
menjadi teladan bagi sekolah/madrasah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia,
budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneural, jiwa
patriot, dan jiwa inovator;
b) diperkaya dengan
model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD
dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang
pendidikan;
c) menerapkan
pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran;
d) pembelajaran mata
pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan menggunakan bahasa
Inggris, sementara pembelajaran mata pelajaran lainnya, kecuali pelajaran
bahasa asing, harus menggunakan bahasa Indonesia; dan
e) pembelajaran dengan bahasa Inggris untuk mata
pelajaran kelompok sains dan matematika untuk SD/MI baru dapat dimulai pada
Kelas IV.
PELAKSANAAN KURIKULUM DAN PROSES PEMBELAJARAN
RSBI MENGGUNAKAN ASAS-ASAS SEBAGAI BERIKUT:
1) Menggunakan
kurikulum yang berlaku secara nasional dengan mengadabtasi kurikulum sekolah di
Negara lain.
2) Mengajarkan
bahasa asing, terutama penggunaan bahasa Inggris, secara terintegrasi dengan
mata pelajaran lainnya. Metode pengajaran dwi bahasa ini dapat dilaksanakan
dengan 2 kategori yakni Subtractive Bilingualism (beri penjelasan oleh penulis)
dan Additive Bilingualism, yang menekankan pendekatan Dual Language.
3) Pengajaran
dengan pendekatan Dual Language menekankan perbedaan adanya Bahasa Akademis dan
Bahasa Sosial yang pengaturan bahasa pengantarnya dapat dialokasikan
berdasarkan Subjek maupun Waktu (beri penjelasan oleh penulis).
4) Menekankan
keseimbangan aspek perkembangan anak meliputi aspek kognitif (intelektual),
aspek sosial dan emosional, dan aspek fisik.
5) Mengintegrasikan
kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence) termasuk Emotional Intelligence dan
Spiritual Intelligence ke dalam kurikulum.
6) Mengembangkan
kurikulum terpadu yang berorientasi pada materi, kompetensi, nilai dan sikap
serta prilaku (kepribadian ).
7) Mengarahkan siswa untuk mampu berpikir
kritis, kreatif dan analitis , memiliki kemampuan belajar (learning how to
learn) serta mampu mengambil keputusan dalam belajar. Penyusunan kurikulum ini
didasarkan prinsip ”Understanding by Design” yang menekankan pemahaman jangka
panjang (”Enduring Understanding”). Pemahaman
(Understanding)
dilihat dari 6 aspek: Explain, Interpret, Apply, Perspective, Empathy, Self
Knowledge.
8) Kurikulum
tingkatan satuan pendidikan dapat menggunakan sistem paket dan kredit semester.
9) Dapat memberikan
program magang untuk siswa SMA, MA dan SMK.
10) Menekankan kemampuan pemanfaatan Information
and Communication Technology (ICT) yang terintegrasi dalam setiap mata
pelajaran.
PENJAMINAN MUTU PROSES PEMBELAJARAN
Terdapat pergeseran paradigma pendidikan dari
mengajar ke membelajarkan. Mengajar lebih menekankan pada kegiatan guru dalam
mentransformasikan ilmu atau materi kepada siswa, dan siswa hanya sebagai
pendengar, sedangkan pembelajaran lebih menekankan pada proses kegiatan siswa
yang aktif mencari, menemukan sekaligus mempresentasikan temuan belajarnya.
Sekolah bertaraf Internasional diharapkan menerapkan azas-azas pembelajaran
aktif yang mengakses 5 pilar pendidikan (religious awareness, learning to know,
learning to do, learning to be, and learning how to live together) dalam
pengelolaan pembelajaran dengan rincian seperti berikut:
1) Pendekatan yang
digunakan berfokus pada siswa dengan merangsang rasa ingin tahu dan motivasi
intrinsik serta partisipasi siswa (inquiry, investigation) sehingga ide
pembelajaran dapat datang dari siswa.
2) Siswa membangun
pengetahuannya sendiri, bukan dibentuk oleh orang lain (constructivism).
3) Guru berperan
sebagai fasilitator, sehingga tercipta interaksi Guru-siswa, siswa dengan
siswa, siswa dengan guru, terjadi komunikasi multi arah, sikap guru terhadap
siswa harus menimbulkan rasa nyaman, penyusunan kelas dapat dibuat dengan 2
macam pengelompokan seperti kelas dengan 1 kelompok umur (Single Age), Kelas
dengan 2 kelompok umur (Multiage)
4) Pembelajaran
melayani semua anak termasuk anak dengan kebutuhan khusus ( special needs )
secara terbatas (program inklusi), pendekatan yang digunakan menekankan adanya
keragaman kompetensi, intelligence, agama, minat.
5) Menekankan pada pemahaman siswa bukan hafalan
dan sekedar mengejar target pembelajaran maupun bahan ujian, tetapi
berorientasi pada aktivitas dan proses.
6) Mengembangkan
model-mdel pembelajaran yang konstruktif, inovatif seperti cooperative
learning, pembelajaran berbasis masalah, dan contextual teaching and learning.
7) Memanfaatkan
berbagai sumber belajar (lingkungan, nara sumber, dan penunjang belajar lainnya)
tidak hanya dari guru
8) Materi
pembelajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa
9) Memberikan
kesempatan pada siswa untuk memilih (intelligent choice) seperti dalam
pemilihan proyek yang akan dikerjakan, gaya belajar, cara menyelesaikan soal,
minat dalam batasan tertentu. Dalam mengakomodasi keragaman, pengajaran materi
dapat diberikan berbeda-beda, umumnya 3 tingkatan/macam, sesuai dengan
kebutuhan siswa. Praktek yang umumnya disebut Differentiated Instruction ini
menyebabkan tugas yang diberikan kepada siswa juga dapat berbeda yang antara
lain berupa Tiered Assignments serta tehnik diferensiasi lainnya. Untuk siswa
berkebutuhan khusus (special needs) dapat dibuatkan program pembelajaran
individu (Individual Educational Program/IEP)
10) Siklus
pembelajaran dapat dimulai dari tahapan Exposure, Mini Lesson, Workshop dan
Assessment. Siklus ini dapat berulang di setiap tahap sesuai dengan kebutuhan
siswa.
11) Menciptakan dan memelihara berbagai
lingkungan yang kondusif untuk siswa belajar seperti; penataan ruangan, materi
pembelajaran, rasio guru siswa 1:12 sampai dengan 1:24.
PENJAMINAN MUTU KOMPETENSI LULUSAN
1) Standar
kelulusan menekankan pada semua aspek seperti spiritual, norma, sosial,
emosional selain akademik.
2) Standar akademik
menekankan pada pemahaman materi belajar, bukan pada pengumpulan nilai, yang
harus didukung oleh berbagai bukti otentik
3) Kelulusan
berdasarkan pada analisa individu yang menggunakan pertimbangan profesional
guru dan sekolah
4) Kualitas lulusan
dipersiapkan mampu bersaing secara global baik dari segi pengetahuan maupun
kompetensi berkomunikasi dengan tetap mempertahankan budaya Indonesia.
5) Terdapat standar minimal pendukung yang harus
dipenuhi siswa yang dapat berupa; projek dan makalah/tulisan, Community Service
project (pengabdian pada masyarakat),program magang untuk SMA,MA dan SMK, serta
kehadiran
6) Kualitas lulusan yang dihasilkan dapat
diterima di sekolah-sekolah Internasional di dunia berdasarkan: kemampuan
bahasa Inggris yang dimiliki siswa, tipe laporan standar internasional,
benchmark standar Internasional, dapat bekerjasama dengan lembaga
internasional.
PENJAMINAN MUTU KETENAGAAN
1) Tenaga pendidik
memiliki kualifikasi minimal S1, mampu berbahasa Inggris, memiliki kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kompetensi
professional.
2) Seleksi tenaga
pendidik dilakukan secara professional oleh tenaga ahli dalam bidang sumber
daya manusia (Human Resources Departement) yang dapat dilakukan dengan tahapan:
wawancara awal,Class observation, Behavioral interview ,Behavioral test,English
test (TOEFL dan conversation), Micro teaching and discussion,Tes kesehatan
3) Performance
management dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan sebagai dasar
untuk pengembangan SDM lebih lanjut dengan instrumen khusus berdasarkan standar
Teaching Effectiveness.
4) Pengelolaan Sumber Daya Manusia berdasarkan
Kompetensi (Competency-based Human Resorces System)
PENJAMINAN MUTU SARANA DAN PRASARANA
Sarana dan Prasarana yang dapat memenuhi
kebutuhan belajar siswa berdasarkan cara kerja otak dan standar internasional,
terdiri dari ruangan beserta kelengkapannya, yaitu:
1) Ruang Belajar
yang kondusif meliputi luas , pencahayaan, temperatur, tingkat kebisingan.
2) Tempat bermain
3) Laboratorium
4) Perpustakaan
5) Fasilitas olah
raga
6) Fasilitas
kesenian
7) Ruang Guru
8) Ruang konseling
9) Ruang pertemuan
siswa
10) Ruang serbaguna
11) Kantin
12) Klinik
13) Ruang ibadah
14) Ruang kepala
sekolah dan administrasi
15) Fasilitas
internet di setiap ruang kelas dan WiFi di seluruh sekolah untuk memudahkan
akses internet. Setiap siswa tingkatan SMA /SMK menggunakan laptop secara
individu dalam mengerjakan tugas sekolah.
16) Ruang terapi
untuk special needs
17) Toilet
18) Ruang khusus lainnya sesuai dengan kebutuhan
PENJAMINAN MUTU PEMBIAYAAN
a) Sumber dana
diperoleh dari dana investasi pemilik dan pembayaran uang sekolah siswa untuk
jenis sekolah swasta; serta dapat bervariasi dari sumber lainnya,pemerintah dan
masyarakat untuk jenis sekolah negeri.
b) Pengalokasian
dana dikategorikan ke dalam : Pengeluaran operasional rutin dan non rutin,
pengeluaran investasi untuk pengembangan sekolah.
c) Pengelolaan keuangan dilakukan secara
profesional: transparan, efisien, akuntabel dengan diperiksa oleh akuntan
publik
PENJAMINAN MUTU PENILAIAN
a) Tujuan utama
penilaian untuk memantau perkembangan hasil belajar siswa secara individu dan
berkesinambungan bukan untuk mengkategorikan siswa sehingga tidak membandingkan
prestasi antar siswa.
b) Penilaian
dilakukan dengan menggunakan prinsip Pedoman Acuan Kriteria (PAK) dengan
memperhatikan aspek: otentik yang artinya penilaian relevan sesuai dengan
potensi masing-masing siswa dan relevan dengan dunia nyata. Keseimbangan dengan
memperhatikan produk, proses dan progres.
c) Penilaian dilakukan sesuai dengan kriteria
belajar yaitu kriteria produk, kriteria proses dan kriteria progress. Kriteria
produk berfokus pada apa yang siswa tahu dan bisa lakukan pada saat tertentu.
Kriteria proses berfokus pada bagaimana siswa mencapai perfomansi bukan pada
hasil akhir. Kriteria progres berfokus pada tingkat pencapaian kinerja siswa
yang dilihat melalui portofolio.
d) Penilaian
dilakukan dengan mengacu pada tujuan pembelajaran bukan dengan prestasi siswa lainnya
e) Penilaian
dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan berbagai teknik dan
instrumen seperti rubrik, observasi harian, performance task dan tes tertulis
(paper and pencil)
f) Pembelajaran didasarkan atas pencapaian
ketuntasan belajar siswa (mastery learning) maka laporan yang dikeluarkan
sekolah dapat berupa: Laporan Narasi,Laporan Perkembangan Siswa per individu
yang diterima secara internasional.
Penghapusan RSBI
Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional atau disingkat RSBI, adalah
suatu program pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional
berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang menyatakan
bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya
satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan yang bertaraf internasional. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan sekolah yang berkualitas.
Peningkatan kualitas ini diharapkan akan mengurangi jumlah siswa yang
bersekolah di luar negeri.[1]
Sekolah-sekolah RSBI
biasanya mengadakan kerjasama dengan negara-negara sahabat dan mendatangkan
tenaga pengajar asing/native dari negara-negara tetangga. Pada akhir tahun
pelajaran atau akhir masa sekolah, siswa sekolah RSBI akan diberi tes tambahan
berupa tes khusus siswa RSBI dari Direktorat Jendral Pendidikan.
Menurut Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya membatalkan peraturan
pengadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang berada di
sekolah-sekolah pemerintah
merupakan langkah maju bagi upaya peningkatan kualitas mutu pendidikan nasional.
merupakan langkah maju bagi upaya peningkatan kualitas mutu pendidikan nasional.
Bagaimanakah
rencana penghapusan RSBI bisa terjadi? Mahalnya biaya bukan omong kosong, karena biaya
yang harus dikeluarkan oleh siswa rata-rata lebih dari Rp 10 juta untuk kelas reguler,
sedangkan kelas internasional tahun pertama orang tua siswa harus mengeluarkan hingga Rp 31 juta. Tahun kedua dan ketiga, masing-masing Rp 24 juta dan
Rp 18 juta. Dengan biaya yang tinggi membuat siswa miskin enggan mendaftar. Alhasil
bila memaksakan menerima semua pendaftar hanya untuk memenuhi target maksimal
tanpa seleksi, bisa menjadi
kacau.
Selain itu,
alasan mengapa RSBI dibubarkan karena ternyata RSBI tidak memenuhi ketentuan
menerima siswa miskin sesuai kuota 20 persen dari total penerimaan siswa baru
disekolah tersebut. Syarat 20 persen bagi siswa miskin tidak terpenuhi karena
kebanyakan RSBI bersikap pasif dalam memenuhi kuota itu. Pasti ada siswa miskin
di sekolah RSBI, tapi jumlahnya tidak sebesar 20 persen jika dihitung.
Sebenarnya kuota 20 persen RSBI bisa terpenuhi dengan cara pengelola RSBI turun
langsung ke lapangan untuk merekrut siswa miskin yang berprestasi. Seharusnya
program sekolah juga mengutamakan asas keadilan, yaitu dengan memberikan
kesempatan siswa miskin untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu tanpa
membebaninya dengan biaya.
Tanggal 8 Januari 2013
Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan tentang Rintisan Sekolah
Berstandar Internasional (RSBI). Dalam putusannya, MK mengabulkan gugatan
terhadap pasal 50 ayat 3 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan menyatakan bahwa RSBI bertentangan dengan konstitusi karena RSBI menyebabkan
diskriminasi dan kastanisasi dalam pendidikan. Sedangkan konstitusi
mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang sama,
tanpa diskriminasi.
Meskipun ada
kuota 20% untuk peserta didik dari kalangan tidak mampu, tetapi dalam
kenyataannya hal ini tidak menghilangkan diskriminasi. Selain perbedaan latar
belakang sosial-ekonomi, tidak tertutup kemungkinan secara psikologis, peserta
didik yang berasal dari kalangan tidak mampu juga minder, kurang percaya diri
ketika bergaul dengan teman-temannya yang berasal dari kalangan mampu. Selain
itu, penggunaan bahasa Inggris (bilingual) pada pembelajaran juga dinilai
kurang efektif dan telah melunturkan semangat kebangsaan serta jati diri bangsa
di kalangan generasi muda.
RSBI telah
menyebabkan disparitas pelayanan pendidikan. Di satu sisi ada sekolah yang
sarana dan prasarananya sangat lengkap sementara di sisi lain banyak sekolah
yang mau ambruk bahkan lebih cocok disebut kandang ayam. Sekolah-sekolah
berlabel RSBI seperti dimanjakan oleh pemerintah. Miliaran dana dianggarkan
pemerintah untuk membiayai RSBI sementara ada sekolah yang sama sekali belum
pernah mendapat bantuan rehabilitasi sehingga menimbulkan kecemburuan
antarsekolah. Sekolah-sekolah yang dijadikan sebagai RSBI adalah
sekolah-sekolah pavorit yang memang sudah menjadi sekolah unggulan dan mutunya
sudah baik. Jadi, jika setelah menjadi RSBI mutunya baik, bukan karena RSBI-nya
tapi karena sejak awal mutunya sudah baik.
Gelontoran dana
yang sangat besar untuk RSBI ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan
peningkatan kualitas sekolah. Proses belajar-mengajar di RSBI tidak jauh beda
dengan sekolah biasa. Bedanya hanya kelasnya yang dilengkapi AC, TV, dan LCD
proyektor. Nilai UN RSBI pun ternyata ada yang di bawah sekolah-sekolah
reguler. Dengan kata lain, RSBI hanya meningkat pembiayaannya tetapi
kualitasnya jalan di tempat.
Besarnya biaya
masuk ke RSBI tak ayal hanya membuat kalangan mampu saja yang bisa
mengaksesnya, sedangkan masyarakat miskin meski berprestasi hanya bisa gigit
jari. Biaya yang harus dibayar mulai dari uang gedung yang nilai bisa mencapai
puluhan juta, uang kegiatan ini, kegiatan itu yang secar akumulasi jumlahnya
besar. Selain mendapat dana BOS, RSBI juga berhak untuk melakukan pungutan
kepada orang tua siswa. Sebuah SMA Negeri SBI di kota Bandung SPP per bulanya
sebesar 500 ribu, belum ditambah biaya-biaya lainnya. Sebuah biaya yang sangat
besar untuk ukuran masyarakat miskin.
Tujuan awal
pemerintah meyelenggarakan RSBI sebenarnya untuk meningkatkan mutu pendidikan,
mengantisipasi persaingan di era globalisasi yang semakin ketat. Bangsa
Indonesia jangan sampai tertinggal oleh bangsa-bangsa lain. Harus punya wawasan
dan kompetensi setara internasional. Oleh karena itu, kurikulum yang digunakan
di RSBI selain menggunakan kurikulum nasional juga menggunakan kurikulum
internasional yang berkiblat ke negara-negara maju.
Sampai dengan
2011 tecatat jumlah RSBI sebanyak 1.305 sekolah. Setelah keluarnya putusan MK,
maka status RSB-nya otomatis hilang. Tetapi walaupun demikian, bukan berarti
setiap program RSBI otomatis bubar. Tentunya perlu juga masa transisi mengingat
putusan MK keluar di tengah-tengah tahun pelajaran. Program-program yang sudah
pun baik perlu dipertahankan. Sementara berkaitan dengan anggaran sekolah,
karena tidak lagi mendapat kucuran dana dari pemerintah, sekolah-sekolah
eks-RSBI harus pula menata anggaran sekolahnya. Kepala sekolah eks-RSBI perlu
duduk bersama dengan Komite Sekolah untuk mencari jalan keluar dalam hal
pendanaan anggaran sekolah. Orang tua yang menyekolahkan anaknya di RSBI
umumnya berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Jadi tampaknya tidak
terlalu sulit untuk memberikan pengertian kepada mereka untuk tetap
berkontribusi dalam pendanaan operasional sekolah. Selian itu, anak-anak yang
berasal dari kalangan tidak mampu perlu tetap dipertimbangkan untuk diberikan
subsidi silang.
Masalah yang
dihadapi pemerintah selain rendahnya mutu pendidikan adalah belum meratanya
kesempatan dan mutu pendidikan. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang
meliputi (1) Standar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan,
(4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarana,
(6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian
Pendidikan. Daripada memikirkan standar internasional, lebih baik membuat
program untuk peningkatan delapan standar nasional di seluruh sekolah di Indonesia
agar tidak terdapat disparitas kualitas sekolah. Jika SNP sudah merata, maka
dengan sendirinya, sekolah-sekolah pun dipicu untuk terus meningkatkan mutu
sekolahnya walau tidak berlabel internasional.
Pakar pendidikan Universitas Negeri Semarang Doktor Nugroho
menilai sisi positif yang selama ini dikembangkan rintisan sekolah bertaraf
internasional (RSBI) harus terus dilanjutkan.“Meski RSBI sudah ‘almarhum’ dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), sisi positif yang ada di RSBI harus dilanjutkan. Kan tidak semua yang ada di RSBI jelek,” katanya. Hal itu diungkapkannya menanggapi keputusan MK yang membatalkan Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur penyelenggaraan RSBI dan sekolah bertaraf internasional.
Menurut dia, banyak aspek-aspek positif yang selama ini dikembangkan RSBI, terutama menyangkut manajemen tata kelola, budaya mutu, dan kedisplinan yang berkontribusi baik untuk penyelenggaraan pembelajaran. Di sisi lain, dia mengakui memang ada sisi negatif keberadaan RSBI, di antaranya potensi liberalisme pendidikan dengan memberi kebebasan RSBI menarik pungutan pada orang tua siswa, berbeda dengan sekolah non-RSBI.
Ia mengungkapkan keberadaan RSBI bisa menimbulkan disparitas yang sangat mencolok antara siswa dari keluarga mampu dan tidak mampu sebab yang kemudian mengenyam pendidikan RSBI dari kalangan berada. “Memang ada ketentuan RSBI harus menyediakan kuota 20 persen bagi siswa tidak mampu. Persoalannya, apakah kemudian siswa tidak mampu mau bersekolah di RSBI? Pasti ada beban secara psikologis,” katanya.
Kenyataannya, kata dia, kuota 20 persen yang disediakan RSBI bagi siswa kurang mampu selama ini tak pernah terpenuhi sebab anak dari keluarga tidak mampu secara psikologis akan berpikir ulang untuk masuk ke RSBI. “Kalau terus-menerus seperti itu, pendidikan bermutu hanya bisa diakses kalangan mampu, hanya orang mampu yang terus menjadi kaum juragan, pengusaha. Anak tidak mampu hanya menempati posisi kelas buruh,” katanya.
Meski demikian, dia mengatakan tetap ada sisi baik RSBI, misalnya, budaya mutu guru dalam pembelajaran yang lebih aktif mengoreksi, memberi komentar, mengembalikan hasil pekerjaan siswa yang selama ini ada di RSBI. Program sister school di RSBI berupa jaringan kerja sama dengan sekolah di negara-negara maju, kata dia, juga harus terus dikembangkan meski RSBI sudah tidak ada, mengingat pentingnya untuk memajukan mutu pendidikan.
“Ini tidak ada kaitannya dengan uang. Sekarang pengembangan kedisiplinan, apa butuh uang? Bahkan, program sister school pun bisa dikelola dengan pendanaan terbatas, yakni memanfaatkan kemajuan teknologi,” katanya. Program sister school bisa dijalankan tanpa harus berkunjung ke sekolah maju di luar negeri, kata Nugroho, cukup dengan memanfaatkan teknologi komunikasi untuk berhubungan, seperti lewat surat elektronik atau teleconference.
0 komentar: