Diposting oleh Tyagita cahya A | 0 komentar

Penghapusan RSBI

 PENGERTIAN RSBI (RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL)
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah Sekolah Standar Nasional (SSN) yang menyiapkan peserta didik berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf Internasional sehingga diharapkan lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.

TUJUAN PROGRAM RSBI
Umum
a) Meningkatkan kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat Tujuan Nasional dalam Pembukaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, UU No.20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, PP No.19 tahun 2005 tentang SNP( Standar Nasional Pendidikan), dan UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang menetapkan Tahapan Skala Prioritas Utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-1 tahun 2005-2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
b) Memberi peluang pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas bertaraf nasional dan internasional.
c) Menyiapkan lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global.

Khusus
Menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tercantum di dalam Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan standar kompetensi lulusan berciri internasiona.
RSBI/SBI adalah sekolah yang berbudaya Indonesia, karena Kurikulumnya ditujukan untuk Pencapaian indikator kinerja kunci minimal sebagai berikut:

1) menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP);
2) menerapkan sistem satuan kredit semester di SMA/SMK/MA/MAK;
3) memenuhi Standar Isi; dan
4) memenuhi Standar Kompetensi Lulusan.

Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
1) sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana setiap saat siswa bisa mengakses transkripnya masing-masing;
2) muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) dan/ atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; dan
3) menerapkan standar kelulusan sekolah/ madrasah yang lebih tinggi dari Standar Kompetensi Lulusan.

Adalah tidak benar kalau guru Bahasa Indonesia harus menggunakan Bahasa Inggris dalam memberikan pengantar pelajarannya, walaupun hal tersebut boleh saja dilakukan, tetapi penggunaan Bahasa Inggris adalah untuk pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti
kejuruan saja, sebagaimana dalam Bagian Proses Pembelajaran RSBI/SBI dinyatakan sebagai berikut: ‘’Mutu setiap Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dijamin dengan keberhasilan melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran disesuaikan dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Proses.’’ Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
a) proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan bagi sekolah/madrasah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneural, jiwa patriot, dan jiwa inovator;


b) diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan;
c) menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran;
d) pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan menggunakan bahasa Inggris, sementara pembelajaran mata pelajaran lainnya, kecuali pelajaran bahasa asing, harus menggunakan bahasa Indonesia; dan
e) pembelajaran dengan bahasa Inggris untuk mata pelajaran kelompok sains dan matematika untuk SD/MI baru dapat dimulai pada Kelas IV.

PELAKSANAAN KURIKULUM DAN PROSES PEMBELAJARAN RSBI MENGGUNAKAN ASAS-ASAS SEBAGAI BERIKUT:
1) Menggunakan kurikulum yang berlaku secara nasional dengan mengadabtasi kurikulum sekolah di Negara lain.
2) Mengajarkan bahasa asing, terutama penggunaan bahasa Inggris, secara terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya. Metode pengajaran dwi bahasa ini dapat dilaksanakan dengan 2 kategori yakni Subtractive Bilingualism (beri penjelasan oleh penulis) dan Additive Bilingualism, yang menekankan pendekatan Dual Language.
3) Pengajaran dengan pendekatan Dual Language menekankan perbedaan adanya Bahasa Akademis dan Bahasa Sosial yang pengaturan bahasa pengantarnya dapat dialokasikan berdasarkan Subjek maupun Waktu (beri penjelasan oleh penulis).
4) Menekankan keseimbangan aspek perkembangan anak meliputi aspek kognitif (intelektual), aspek sosial dan emosional, dan aspek fisik.
5) Mengintegrasikan kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence) termasuk Emotional Intelligence dan Spiritual Intelligence ke dalam kurikulum.
6) Mengembangkan kurikulum terpadu yang berorientasi pada materi, kompetensi, nilai dan sikap serta prilaku (kepribadian ).
7) Mengarahkan siswa untuk mampu berpikir kritis, kreatif dan analitis , memiliki kemampuan belajar (learning how to learn) serta mampu mengambil keputusan dalam belajar. Penyusunan kurikulum ini didasarkan prinsip ”Understanding by Design” yang menekankan pemahaman jangka panjang (”Enduring Understanding”). Pemahaman


(Understanding) dilihat dari 6 aspek: Explain, Interpret, Apply, Perspective, Empathy, Self Knowledge.
8) Kurikulum tingkatan satuan pendidikan dapat menggunakan sistem paket dan kredit semester.
9) Dapat memberikan program magang untuk siswa SMA, MA dan SMK.
10) Menekankan kemampuan pemanfaatan Information and Communication Technology (ICT) yang terintegrasi dalam setiap mata pelajaran.

PENJAMINAN MUTU PROSES PEMBELAJARAN
Terdapat pergeseran paradigma pendidikan dari mengajar ke membelajarkan. Mengajar lebih menekankan pada kegiatan guru dalam mentransformasikan ilmu atau materi kepada siswa, dan siswa hanya sebagai pendengar, sedangkan pembelajaran lebih menekankan pada proses kegiatan siswa yang aktif mencari, menemukan sekaligus mempresentasikan temuan belajarnya. Sekolah bertaraf Internasional diharapkan menerapkan azas-azas pembelajaran aktif yang mengakses 5 pilar pendidikan (religious awareness, learning to know, learning to do, learning to be, and learning how to live together) dalam pengelolaan pembelajaran dengan rincian seperti berikut:
1) Pendekatan yang digunakan berfokus pada siswa dengan merangsang rasa ingin tahu dan motivasi intrinsik serta partisipasi siswa (inquiry, investigation) sehingga ide pembelajaran dapat datang dari siswa.
2) Siswa membangun pengetahuannya sendiri, bukan dibentuk oleh orang lain (constructivism).
3) Guru berperan sebagai fasilitator, sehingga tercipta interaksi Guru-siswa, siswa dengan siswa, siswa dengan guru, terjadi komunikasi multi arah, sikap guru terhadap siswa harus menimbulkan rasa nyaman, penyusunan kelas dapat dibuat dengan 2 macam pengelompokan seperti kelas dengan 1 kelompok umur (Single Age), Kelas dengan 2 kelompok umur (Multiage)
4) Pembelajaran melayani semua anak termasuk anak dengan kebutuhan khusus ( special needs ) secara terbatas (program inklusi), pendekatan yang digunakan menekankan adanya keragaman kompetensi, intelligence, agama, minat.
5) Menekankan pada pemahaman siswa bukan hafalan dan sekedar mengejar target pembelajaran maupun bahan ujian, tetapi berorientasi pada aktivitas dan proses.


6) Mengembangkan model-mdel pembelajaran yang konstruktif, inovatif seperti cooperative learning, pembelajaran berbasis masalah, dan contextual teaching and learning.
7) Memanfaatkan berbagai sumber belajar (lingkungan, nara sumber, dan penunjang belajar lainnya) tidak hanya dari guru
8) Materi pembelajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa
9) Memberikan kesempatan pada siswa untuk memilih (intelligent choice) seperti dalam pemilihan proyek yang akan dikerjakan, gaya belajar, cara menyelesaikan soal, minat dalam batasan tertentu. Dalam mengakomodasi keragaman, pengajaran materi dapat diberikan berbeda-beda, umumnya 3 tingkatan/macam, sesuai dengan kebutuhan siswa. Praktek yang umumnya disebut Differentiated Instruction ini menyebabkan tugas yang diberikan kepada siswa juga dapat berbeda yang antara lain berupa Tiered Assignments serta tehnik diferensiasi lainnya. Untuk siswa berkebutuhan khusus (special needs) dapat dibuatkan program pembelajaran individu (Individual Educational Program/IEP)
10) Siklus pembelajaran dapat dimulai dari tahapan Exposure, Mini Lesson, Workshop dan Assessment. Siklus ini dapat berulang di setiap tahap sesuai dengan kebutuhan siswa.
11) Menciptakan dan memelihara berbagai lingkungan yang kondusif untuk siswa belajar seperti; penataan ruangan, materi pembelajaran, rasio guru siswa 1:12 sampai dengan 1:24.

PENJAMINAN MUTU KOMPETENSI LULUSAN
1) Standar kelulusan menekankan pada semua aspek seperti spiritual, norma, sosial, emosional selain akademik.
2) Standar akademik menekankan pada pemahaman materi belajar, bukan pada pengumpulan nilai, yang harus didukung oleh berbagai bukti otentik
3) Kelulusan berdasarkan pada analisa individu yang menggunakan pertimbangan profesional guru dan sekolah
4) Kualitas lulusan dipersiapkan mampu bersaing secara global baik dari segi pengetahuan maupun kompetensi berkomunikasi dengan tetap mempertahankan budaya Indonesia.
5) Terdapat standar minimal pendukung yang harus dipenuhi siswa yang dapat berupa; projek dan makalah/tulisan, Community Service project (pengabdian pada masyarakat),program magang untuk SMA,MA dan SMK, serta kehadiran


6) Kualitas lulusan yang dihasilkan dapat diterima di sekolah-sekolah Internasional di dunia berdasarkan: kemampuan bahasa Inggris yang dimiliki siswa, tipe laporan standar internasional, benchmark standar Internasional, dapat bekerjasama dengan lembaga internasional.

PENJAMINAN MUTU KETENAGAAN
1) Tenaga pendidik memiliki kualifikasi minimal S1, mampu berbahasa Inggris, memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kompetensi professional.
2) Seleksi tenaga pendidik dilakukan secara professional oleh tenaga ahli dalam bidang sumber daya manusia (Human Resources Departement) yang dapat dilakukan dengan tahapan: wawancara awal,Class observation, Behavioral interview ,Behavioral test,English test (TOEFL dan conversation), Micro teaching and discussion,Tes kesehatan
3) Performance management dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan sebagai dasar untuk pengembangan SDM lebih lanjut dengan instrumen khusus berdasarkan standar Teaching Effectiveness.
4) Pengelolaan Sumber Daya Manusia berdasarkan Kompetensi (Competency-based Human Resorces System)

PENJAMINAN MUTU SARANA DAN PRASARANA
Sarana dan Prasarana yang dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa berdasarkan cara kerja otak dan standar internasional, terdiri dari ruangan beserta kelengkapannya, yaitu:
1) Ruang Belajar yang kondusif meliputi luas , pencahayaan, temperatur, tingkat kebisingan.
2) Tempat bermain
3) Laboratorium
4) Perpustakaan
5) Fasilitas olah raga
6) Fasilitas kesenian
7) Ruang Guru
8) Ruang konseling
9) Ruang pertemuan siswa
10) Ruang serbaguna
11) Kantin


12) Klinik
13) Ruang ibadah
14) Ruang kepala sekolah dan administrasi
15) Fasilitas internet di setiap ruang kelas dan WiFi di seluruh sekolah untuk memudahkan akses internet. Setiap siswa tingkatan SMA /SMK menggunakan laptop secara individu dalam mengerjakan tugas sekolah.
16) Ruang terapi untuk special needs
17) Toilet
18) Ruang khusus lainnya sesuai dengan kebutuhan

PENJAMINAN MUTU PEMBIAYAAN
a) Sumber dana diperoleh dari dana investasi pemilik dan pembayaran uang sekolah siswa untuk jenis sekolah swasta; serta dapat bervariasi dari sumber lainnya,pemerintah dan masyarakat untuk jenis sekolah negeri.
b) Pengalokasian dana dikategorikan ke dalam : Pengeluaran operasional rutin dan non rutin, pengeluaran investasi untuk pengembangan sekolah.
c) Pengelolaan keuangan dilakukan secara profesional: transparan, efisien, akuntabel dengan diperiksa oleh akuntan publik

PENJAMINAN MUTU PENILAIAN
a) Tujuan utama penilaian untuk memantau perkembangan hasil belajar siswa secara individu dan berkesinambungan bukan untuk mengkategorikan siswa sehingga tidak membandingkan prestasi antar siswa.
b) Penilaian dilakukan dengan menggunakan prinsip Pedoman Acuan Kriteria (PAK) dengan memperhatikan aspek: otentik yang artinya penilaian relevan sesuai dengan potensi masing-masing siswa dan relevan dengan dunia nyata. Keseimbangan dengan memperhatikan produk, proses dan progres.
c) Penilaian dilakukan sesuai dengan kriteria belajar yaitu kriteria produk, kriteria proses dan kriteria progress. Kriteria produk berfokus pada apa yang siswa tahu dan bisa lakukan pada saat tertentu. Kriteria proses berfokus pada bagaimana siswa mencapai perfomansi bukan pada hasil akhir. Kriteria progres berfokus pada tingkat pencapaian kinerja siswa yang dilihat melalui portofolio.


d) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada tujuan pembelajaran bukan dengan prestasi siswa lainnya
e) Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan berbagai teknik dan instrumen seperti rubrik, observasi harian, performance task dan tes tertulis (paper and pencil)
f) Pembelajaran didasarkan atas pencapaian ketuntasan belajar siswa (mastery learning) maka laporan yang dikeluarkan sekolah dapat berupa: Laporan Narasi,Laporan Perkembangan Siswa per individu yang diterima secara internasional.
Penghapusan RSBI

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau disingkat RSBI, adalah suatu program pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang menyatakan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan sekolah yang berkualitas. Peningkatan kualitas ini diharapkan akan mengurangi jumlah siswa yang bersekolah di luar negeri.[1]
Sekolah-sekolah RSBI biasanya mengadakan kerjasama dengan negara-negara sahabat dan mendatangkan tenaga pengajar asing/native dari negara-negara tetangga. Pada akhir tahun pelajaran atau akhir masa sekolah, siswa sekolah RSBI akan diberi tes tambahan berupa tes khusus siswa RSBI dari Direktorat Jendral Pendidikan.
Menurut Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya membatalkan peraturan pengadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang berada di sekolah-sekolah pemerintah
merupakan langkah maju bagi upaya peningkatan kualitas mutu pendidikan nasional.
Bagaimanakah rencana penghapusan RSBI bisa terjadi? Mahalnya biaya bukan omong kosong, karena biaya yang harus dikeluarkan oleh siswa rata-rata lebih dari Rp 10 juta untuk kelas reguler, sedangkan kelas internasional tahun pertama orang tua siswa harus mengeluarkan hingga Rp 31 juta. Tahun kedua dan ketiga, masing-masing Rp 24 juta dan Rp 18 juta. Dengan biaya yang tinggi membuat siswa miskin enggan mendaftar. Alhasil bila memaksakan menerima semua pendaftar hanya untuk memenuhi target maksimal tanpa seleksi,  bisa menjadi kacau.
Selain itu, alasan mengapa RSBI dibubarkan karena ternyata RSBI tidak memenuhi ketentuan menerima siswa miskin sesuai kuota 20 persen dari total penerimaan siswa baru disekolah tersebut. Syarat 20 persen bagi siswa miskin tidak terpenuhi karena kebanyakan RSBI bersikap pasif dalam memenuhi kuota itu. Pasti ada siswa miskin di sekolah RSBI, tapi jumlahnya tidak sebesar 20 persen jika dihitung. Sebenarnya kuota 20 persen RSBI bisa terpenuhi dengan cara pengelola RSBI turun langsung ke lapangan untuk merekrut siswa miskin yang berprestasi. Seharusnya program sekolah juga mengutamakan asas keadilan, yaitu dengan memberikan kesempatan siswa miskin untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu tanpa membebaninya dengan biaya.
   Tanggal 8 Januari 2013 Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan tentang Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Dalam putusannya, MK mengabulkan gugatan terhadap pasal 50 ayat 3 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan menyatakan bahwa RSBI bertentangan dengan konstitusi karena RSBI menyebabkan diskriminasi dan kastanisasi dalam pendidikan. Sedangkan konstitusi mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang sama, tanpa diskriminasi.
      Meskipun ada kuota 20% untuk peserta didik dari kalangan tidak mampu, tetapi dalam kenyataannya hal ini tidak menghilangkan diskriminasi. Selain perbedaan latar belakang sosial-ekonomi, tidak tertutup kemungkinan secara psikologis, peserta didik yang berasal dari kalangan tidak mampu juga minder, kurang percaya diri ketika bergaul dengan teman-temannya yang berasal dari kalangan mampu. Selain itu, penggunaan bahasa Inggris (bilingual) pada pembelajaran juga dinilai kurang efektif dan telah melunturkan semangat kebangsaan serta jati diri bangsa di kalangan generasi muda.
      RSBI telah menyebabkan disparitas pelayanan pendidikan. Di satu sisi ada sekolah yang sarana dan prasarananya sangat lengkap sementara di sisi lain banyak sekolah yang mau ambruk bahkan lebih cocok disebut kandang ayam. Sekolah-sekolah berlabel RSBI seperti dimanjakan oleh pemerintah. Miliaran dana dianggarkan pemerintah untuk membiayai RSBI sementara ada sekolah yang sama sekali belum pernah mendapat bantuan rehabilitasi sehingga menimbulkan kecemburuan antarsekolah. Sekolah-sekolah yang dijadikan sebagai RSBI adalah sekolah-sekolah pavorit yang memang sudah menjadi sekolah unggulan dan mutunya sudah baik. Jadi, jika setelah menjadi RSBI mutunya baik, bukan karena RSBI-nya tapi karena sejak awal mutunya sudah baik.
      Gelontoran dana yang sangat besar untuk RSBI ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kualitas sekolah. Proses belajar-mengajar di RSBI tidak jauh beda dengan sekolah biasa. Bedanya hanya kelasnya yang dilengkapi AC, TV, dan LCD proyektor. Nilai UN RSBI pun ternyata ada yang di bawah sekolah-sekolah reguler. Dengan kata lain, RSBI hanya meningkat pembiayaannya tetapi kualitasnya jalan di tempat.
      Besarnya biaya masuk ke RSBI tak ayal hanya membuat kalangan mampu saja yang bisa mengaksesnya, sedangkan masyarakat miskin meski berprestasi hanya bisa gigit jari. Biaya yang harus dibayar mulai dari uang gedung yang nilai bisa mencapai puluhan juta, uang kegiatan ini, kegiatan itu yang secar akumulasi jumlahnya besar. Selain mendapat dana BOS, RSBI juga berhak untuk melakukan pungutan kepada orang tua siswa. Sebuah SMA Negeri SBI di kota Bandung SPP per bulanya sebesar 500 ribu, belum ditambah biaya-biaya lainnya. Sebuah biaya yang sangat besar untuk ukuran masyarakat miskin.
      Tujuan awal pemerintah meyelenggarakan RSBI sebenarnya untuk meningkatkan mutu pendidikan, mengantisipasi persaingan di era globalisasi yang semakin ketat. Bangsa Indonesia jangan sampai tertinggal oleh bangsa-bangsa lain. Harus punya wawasan dan kompetensi setara internasional. Oleh karena itu, kurikulum yang digunakan di RSBI selain menggunakan kurikulum nasional juga menggunakan kurikulum internasional yang berkiblat ke negara-negara maju.
      Sampai dengan 2011 tecatat jumlah RSBI sebanyak 1.305 sekolah. Setelah keluarnya putusan MK, maka status RSB-nya otomatis hilang. Tetapi walaupun demikian, bukan berarti setiap program RSBI otomatis bubar. Tentunya perlu juga masa transisi mengingat putusan MK keluar di tengah-tengah tahun pelajaran. Program-program yang sudah pun baik perlu dipertahankan. Sementara berkaitan dengan anggaran sekolah, karena tidak lagi mendapat kucuran dana dari pemerintah, sekolah-sekolah eks-RSBI harus pula menata anggaran sekolahnya. Kepala sekolah eks-RSBI perlu duduk bersama dengan Komite Sekolah untuk mencari jalan keluar dalam hal pendanaan anggaran sekolah. Orang tua yang menyekolahkan anaknya di RSBI umumnya berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Jadi tampaknya tidak terlalu sulit untuk memberikan pengertian kepada mereka untuk tetap berkontribusi dalam pendanaan operasional sekolah. Selian itu, anak-anak yang berasal dari kalangan tidak mampu perlu tetap dipertimbangkan untuk diberikan subsidi silang.
      Masalah yang dihadapi pemerintah selain rendahnya mutu pendidikan adalah belum meratanya kesempatan dan mutu pendidikan. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi (1) Standar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian Pendidikan. Daripada memikirkan standar internasional, lebih baik membuat program untuk peningkatan delapan standar nasional di seluruh sekolah di Indonesia agar tidak terdapat disparitas kualitas sekolah. Jika SNP sudah merata, maka dengan sendirinya, sekolah-sekolah pun dipicu untuk terus meningkatkan mutu sekolahnya walau tidak berlabel internasional.
Pakar pendidikan Universitas Negeri Semarang Doktor Nugroho menilai sisi positif yang selama ini dikembangkan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) harus terus dilanjutkan.
“Meski RSBI sudah ‘almarhum’ dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), sisi positif yang ada di RSBI harus dilanjutkan. Kan tidak semua yang ada di RSBI jelek,” katanya. Hal itu diungkapkannya menanggapi keputusan MK yang membatalkan Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur penyelenggaraan RSBI dan sekolah bertaraf internasional.
Menurut dia, banyak aspek-aspek positif yang selama ini dikembangkan RSBI, terutama menyangkut manajemen tata kelola, budaya mutu, dan kedisplinan yang berkontribusi baik untuk penyelenggaraan pembelajaran. Di sisi lain, dia mengakui memang ada sisi negatif keberadaan RSBI, di antaranya potensi liberalisme pendidikan dengan memberi kebebasan RSBI menarik pungutan pada orang tua siswa, berbeda dengan sekolah non-RSBI.
Ia mengungkapkan keberadaan RSBI bisa menimbulkan disparitas yang sangat mencolok antara siswa dari keluarga mampu dan tidak mampu sebab yang kemudian mengenyam pendidikan RSBI dari kalangan berada. “Memang ada ketentuan RSBI harus menyediakan kuota 20 persen bagi siswa tidak mampu. Persoalannya, apakah kemudian siswa tidak mampu mau bersekolah di RSBI? Pasti ada beban secara psikologis,” katanya.
Kenyataannya, kata dia, kuota 20 persen yang disediakan RSBI bagi siswa kurang mampu selama ini tak pernah terpenuhi sebab anak dari keluarga tidak mampu secara psikologis akan berpikir ulang untuk masuk ke RSBI. “Kalau terus-menerus seperti itu, pendidikan bermutu hanya bisa diakses kalangan mampu, hanya orang mampu yang terus menjadi kaum juragan, pengusaha. Anak tidak mampu hanya menempati posisi kelas buruh,” katanya.
Meski demikian, dia mengatakan tetap ada sisi baik RSBI, misalnya, budaya mutu guru dalam pembelajaran yang lebih aktif mengoreksi, memberi komentar, mengembalikan hasil pekerjaan siswa yang selama ini ada di RSBI. Program sister school di RSBI berupa jaringan kerja sama dengan sekolah di negara-negara maju, kata dia, juga harus terus dikembangkan meski RSBI sudah tidak ada, mengingat pentingnya untuk memajukan mutu pendidikan.
“Ini tidak ada kaitannya dengan uang. Sekarang pengembangan kedisiplinan, apa butuh uang? Bahkan, program sister school pun bisa dikelola dengan pendanaan terbatas, yakni memanfaatkan kemajuan teknologi,” katanya. Program sister school bisa dijalankan tanpa harus berkunjung ke sekolah maju di luar negeri, kata Nugroho, cukup dengan memanfaatkan teknologi komunikasi untuk berhubungan, seperti lewat surat elektronik atau teleconference.


0 komentar:

Diposting oleh Tyagita cahya A | 0 komentar

Kurikulum 2013: Sarana Peningkatan Mutu Pendidikan

SECARA konvensional terdapat kecenderungan bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan selalu dikaitkan dengan ketersediaan sarana dan prasana pendidikan yang memadai, serta kompetensi guru. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya betul.
Ada komponen lain yang jarang disentuh yaitu kurikulum. Argumentasi yang dikemukakan pada tulisan ini adalah kurikulum merupakan instrumen strategis bagi upaya peningkatan mutu pendidikan.
Kenapa demikian?. Kurikulum sebagai instrumen peningkatan mutu pendidikan terdiri dari tiga entitas yaitu tujuan, metode, dan isi. Peningkatan kompetensi guru dan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan hanya akan memberikan makna bagi peserta didik jika diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum.
Pada konteks Sistem Pendidikan Nasional rumusan tersebut dirumuskan pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab Ketentuan Umum SKL didefinisikan sebagai “kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan”.
Untuk menjamin agar SKL tersebut dapat dicapai maka kegiatan belajar mengajar tersebut dilengkapi dengan tujuh standar lainnya yaitu standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian pendidikan. Keberadaan standar-standar ini telah dijamin oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 2.
Kurikulum 2013 sebagai bagian dari intervensi peningkatan mutu pendidikan, tentu tidak bisa bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, SKL menjadi rujukan ketika Kurikulum 2013 diterapkan, termasuk tujuh standar nasional pendidikan lainnya.
Demikian juga dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tetap menjadi bagian Kurikulum 2013. Satuan pendidikan tetap mempunyai kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sendiri yang sesuai dengan kondisi satuan pendidikan tersebut. Di samping itu, Kurikulum 2013 tetap merupakan kurikulum berbasis kompetensi.
Namun demikian, sebagaimana dinyatakan pada UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38, kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah. Satuan pendidikan tetap harus merujuk pada kerangka dasar dan struktur kurikulum jika harus mengembangkan kurikulum sendiri. Ketentuan untuk merujuk pada kerangka dasar dan struktur kurikulum merupakan bagian dari quality assurance.
Dalam berbagai forum uji publik yang telah diselenggarakan dari tanggal 29 November sampai dengan 23 Desember 2012, beberapa perseta menanyakan tentang keberadaan Buku Babon. Mereka yang belum mengetahui tentang maksud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyediakan Buku Babon beranggapan bahwa akan keseragaman dalam kurikulum, dan bertentangan dengan ketentuan pada PP nomor 19 tahun 2005.
Keberadaan Buku Babon, tidak dimaksudkan sebagai bentuk sentralisasi kurikulum dan penyeragaman, tetapi dimaksudkan untuk standarisasi dalam pelaksanaan kurikulum. Hal ini didasarkan pada adanya kecenderungan tidak setaranya kurikulum yang digunakan oleh satuan pendidikan. Kecenderungan ini terjadi karena adanya perbedaan kompetensi guru, sehingga ada satuan pendidikan yang mengadopsi kurikulum dari satuan pendidikan atau contoh dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan, tanpa melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi satuan pendididkan tempat guru tersebut mengajar.
Buku Babon didisain untuk memfasilitasi guru melakukan tugas mengajarnya dan peserta didik mengikuti kegiatan belajar mengajar. Buku Babon direncanakan untuk memuat isi mata pelajaran, metode mengajar, dan metode evaluasi. Dengan ketiga komponen tersebut, guru diharapkan dapat melakukan diagnosis terhadap kesulitan belajar peserta didik dan peserta didik diharapkan akan mengetahui pada topik bahasan yang mana dia mengalami kesulitan untuk memahaminya.
Keberadaan Buku Babon merupakan standar minimum yang harus dicapai oleh setiap siswa. Jika ada satuan pendidikan yang mampu untuk mencapai lebih tinggi dari standar yang ditetapkan pada Buku Babon Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak melarangnya, bahkan mendorong setiap satuan pendidikan dapat mencapai target yang lebih tinggi.
Kurikulum 2013 merupakan intervensi peningkatan mutu yang strategis, namun sasarannya besar baik dari segi siswa yang akan menjadi subyek dari kurikulum 2013, maupun guru yang menjadi aktor utama dalam implementasinya, sehingga pelaksanaan secara serentak dengan sasaran semua satuan pendidikan secara nasional menjadi hal yang sulit untuk dilaksanakan.
Wakil Presiden dalam sambutannya dalam pembukaan Rembuknas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013, menyatakan bahwa Implementasi Kurikulum 2013 perlu dilaksanakan segera secara bertahap dan jangan molor karena yang rugi generasi muda. Begitu molor pasti ada korban, sebagian generasi muda tidak bisa menerima manfaat kurikulum baru..
Dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 akan dilaksanakan secara terbatas dan berjenjang. Untuk SD akan dilaksanakan pada kelas I dan IV, sedangkan pada SMP dilaksanakan VII, dan di SMA dilaksanakan di kelas IX. Jika pada tahun ajaran 2013/14 Kurikulum 2013 dilaksanakan pada kelas-kelas tersebut, maka pada tahun ajaran 2014/15 secara berjenjang dilaksanakan pada kelas-kela berikutnya. Misalnya di SD dapat dilaksanakan pada kelas II dan V, sedangkan di SMP dapat dilaksanakan pada kelas VII dan di SMA/SMK dilaksanakan pada kelas X.
Keberhasilan pelaksanaan Kurikulum 2013 tidak hanya pada ketepatan dan comperehensiveness perumusan SKL dan kerangka dasar, serta struktur kurikulum, tetapi dari kepemimpinan kepala sekolah pada tingkat satuan pendidikan dan kepemimpinan guru pada tingkat kelas.
Kepemimpinan kepala sekolah mempunyai peran penting dalam memfasilitasi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Sedangkan kepemimpinan guru di tingkat kelas jelas menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan bekerhasilan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013.
Guru merupakan aktor terdepan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 yang berhadapan dengan peserta didik. Peran penting guru antara lain meliputi: (1) kemampuan menjabarkan topik-topik bahasan pada mata pelajaran menjadi informasi yang menarik dan mudah dipahami oleh peserta didik, (2) kemampuan untuk mengidentifikasi tingkat dan area kesulitan peserta didik dan kemampuan untuk membantunya keluar dari kesulitan tersebut, dan (3) kemampuan melakukan evaluasi kemajuan belajar siswa.
Berdasarkan hasil evaluasi guru dapat menentukan strategi untuk menentukan metode pembelajaran yang lebih tepat dan kecepatan dalam memberikan informasi berupa pengetahuan kepada peserta didik.
Kurikulum 2013 memang merupakan instrumen peningkatan mutu pendidikan. Peran guru dan kepala sekolah menjadi pendukung utama agar Kurikulum 2013 dapat secara signifikan meningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah.
ISI KURIKULUM 2013

Karakterisitik kurikulum 2013 akan mengalami banyak sekali perubahan, baik itu mulai jenjang SD sampai dengan SMA, beberapa mata pelajaran akan dipangkas atau ditiadakan. Mulai tahun pelajaran ini (2013/2014), kurikulum SD/SMP/SMA/SMK mengalami perubahan-perubahan antara lain mengenai proses pembelajaran, jumlah mata pelajaran, dan jumlah jam pelajaran.



Beberapa hal yang baru pada kurikulum mendatang antara lain:

SD – MI (Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah)

Kurikulum 2013 berbasis pada sains.
Kurikulum 2013 untuk SD, bersifat tematik integratif.
Kompetensi yang ingin dicapai adalah kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan.
Proses pembelajaran menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis tes dan portofolio saling melengkapi.
Mata pelajara (MAPEL) SD diantaranya:
Pendidikan Agama
PPKn
Bahasa Indonesia
Matematika
IPA
IPS
Seni Budaya dan Prakarya (Muatan Lokal; Mulok)
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal;Mulok)
Alokasi waktu per jam pelajaran SD 35 menit
Banyak jam pelajaran per minggu Kelas I = 30 jam, kelas II= 32 jam, kelas III=34 jam, kelas IV, V,VI=36 jam

SMP – MTs (Sekolah Menengah Pertama – Madrasah Tsanawiyah)

Mata pelajaran SMP MTs kurikulum 2013 sebagai berikut:

Mata Pelajaran:
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
PPKn
Bahasa Indonesia
Matematika
IPA
IPS
Bahasa Inggris
Seni Budaya (Muatan Lokal)
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)
Prakarya (Muatan Lokal)
Alokasi waktu per jam pelajaran SMP = 40 menit
Banyak jam pelajaran per minggu 38 jam

SMA – MA (Sekolah Menengah Atas – Madrasah Aliyah)

Mata pelajaran SMA – MA kurikulum 2013 sebagai berikut:

Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
PPKn
Bahasa Indonesia
Matematika
Sejarah Indonesia
Bahasa Inggris
Seni Budaya (Muatan Lokal)
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)
Prakarya dan Kewirausahaan (Muatan Lokal)
Alokasi waktu per jam pelajaran SMA = 45 menit
Banyak jam pelajaran per minggu SMA = 39 jam


Sisi positif dan negatif Kurikulum 2013
Ø Sisi positif Kurikulum 2013
1.  Kompetensi lulusan: Adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Analisanya bahwa dalam draft kurikulum 2013, nampak jelas bahwa dari tiga domain pendidikan yang ada, secara tegas terlihat adanya penekanan perhatian terhadap peningkatan  proporsi 2 domain yang selama ini kurang berkembang dalam diri siswa yaitu domain afektif dan domain psikomotorik. Analisa ini sekaligus diperkuat pada cara pengetikan domain kognitif dalam draft bahan uji publik kurikulum 2013, yang sengaja diletakkan dibelakan kedua domain ini. Ini berarti bahwa kurikulum 2013 secara serius mengupayakan perubahan keseimbangan proporsi pengembangan ketiga domain tersebut dalam pembelajaran.
2.     Kedudukan mata pelajaran: Kompetensi yang semula diturunkan dari matapelajaran berubah menjadi matapelajaran dikembangkan dari kompetensi.
3.     Jumlah matapelajaran dari 12 menjadi 10. Dalam hal ini mata pelajaran TIK, Muatan Lokal, dan “Pengembangan Diri” diintegrasikan ke dalam mata pelajaran dan kegiatan lain. Sehingga tidak lagi ditemukan di struktur kurikulum 2013, sementara itu dimunculkan satu mata pelajaran baru dengan nama Prakarya.
4.     TIK menjadi media semua mata pelajaran. Hal ini menjelaskan bahwa mata pelajaran TIK sesungguhnya tidak “dilenyapkan” seperti kekhawatiran beberapa pihak, namun diintegrasikan pada setiap pelajaran pada saat setiap guru menyajikan pembelajarannya. Kendala yang bisa muncul disini adalah faktor rendahnya kemampuan guru dalam memanfaatkan ICT dan kekurangtersediaannya fasilitas ICT di sekolah.
5.     Mata pelajaran Muatan lokal, bisa terintegrasi ke dalam mata pelajaran Penjasorkes, Seni budaya, dan Prakarya dan Budidaya.
6.     IPA dan IPS masing-masing tetap diajarkan secara terpadu. IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science danintegrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pembangunan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial.
7.     Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
8.     Bahasa Inggris diajarkanuntuk membentuk keterampilan berbahasa
9.     Pengembangan diri terintegrasi pada setiap matapelajaran dan ekstrakurikuler.
10. Jumlah jam bertambah 6 JP/minggu akibat perubahan pendekatan pembelajaran. Jumlah jam pelajaran per minggu yang tadinya 32 jam/minggu menjadi 38 jam/minggu. Hal ini diartikan bahwa beberapa mata pelajaran ditambahkan masing-masing 1 (satu) jam pelajaran perminggunya meliputi Pendidikan Agama menjadi 3 jam, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menjadi 3 jam, Bahasa Indonesia menjadi 5 jam, Matematika menjadi 5 jam, Seni Budaya menjadi 3 jam, dan Penjasorkes menjadi 3 jam. Hal ini ditujukan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam memberikan proporsi yang seimbang antara kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam pembelajaran.
11. Standar Proses yang semula terfokus pada Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi dilengkapi dengan Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta.
12. Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat dan guru bukan satu-satunya sumber belajar.
13. Sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan
14. Pergeseran dari penilain melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja), menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil). Pertanyaanya, model daftar nilai dan Nilai Laporan Siswa (Raport) apakah turut berubah untuk mengakomodasi semua aspek penilaian autentik.
15. siswa tidak hanya menjadi obyek namun bisa menjadi subyek dengan ikut mengembangkan wawasan pembelajaran yang ada
16. siswa menalar suatu masalah juga menjadi komponen penilaian sehingga anak terus diajak untuk berpikir logis
17. kemampuan anak berkomunikasi melalui presentasi mengenai pelajaran yang dibahas
18. Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal)
19. Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL
20. Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian
21. Ektrakurikuler terdiri atas yaitu Pramuka (wajib), OSIS, UKS, PMR, Dll
22. Domain Sikap meliputi  memiliki perilaku yang mencerminkan sikap  orang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya
23. Domain Keterampilan meliputi: memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari di sekolah
24. Domain Pengetahuan meliputi: memiliki pengetahuan  faktual, konseptual dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, humaniora, dengan wawasan kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban  terkait fenomena dan kejadian yang tampak mata
25. Menggunakan pendekatan sains dalam proses pembelajaran (mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, mencipta) untuk semua mata pelajaran

Ø  Sisi negatif Kurikulum 2013
1.      Kurikulum dibuat tidak melalui riset dan evaluasi yang mendalam
2.       Memberatkan siswa, karena jam pelajaran ditambah padahal siswa mempunyai batas maksimal waktu konsentrasi dalam belajar
3.      Ketidaksiapan guru karena terkesan mendadak, tematik lebih cocok diterapkan di kelas dasar, tidak memperhatikan konteks sosiologis keindonesiaan.
4.      Jumlah jam yang terlalu banyak
5.    Kendala tematik di kelas lanjut, ciri khas ke Indonesiaan direduksi dalam mulok (hanya beberapa daerah), afektif dan psikomotor tidak dibarengi dengan fasilitas yang memadai, dan justru struktur kurikulum menimbulkan potensi masalah yang besar. terutama dengan dihapuskannya matpel TIK, dan pelajaran lainnya dalam kurikulum 2013.
6.    Penyiapan guru membutuhkan waktu yang lama. Tidak hanya sekali atau dua kali pelatihan saja
7.      Dalam perubahan kurikulum dengan langkah pemerintah yg tergesa-gesa ini , harusnya tidak memberatkan dan meresahkan masyarakat terkait implementasi di lapangan nanti.
8.      Terforsirnya waktu siswa disekolah untuk belajar dan mengikuti ekstrakurikuler2 yang diwajibkan dalam ketentuan Kurikulum 2013
9.      Dalam kurikulum 2013, guru tidak lagi diwajibkan untuk membuat sillabus atau bahan ajar. Ini berbeda dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sebelumnya diterapkan. guru hanya akan seperti robot karena semua sudah disiapkan pemerintah sehingga dapat menumpulkan kreativitas para guru
10.  Guru seakan terpaku pada isi buku panduan tersebut karena apa yang akan diajarkan hingga rancangan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sudah diatur di dalamnya. Dengan segala sesuatunya sudah disiapkan, guru hanya tinggal melaksanakan dan seolah hanya menjalankan tugas sesuai pakem tertentu.
Terdapat beberapa perubahan mendasar dari  kurikulum 2006 ke kurikulum 2013
Yaitu
1. Penataan Pola Pikir
2. Pendalaman dan Perluasan Materi
3. Penguatan Proses
4. Penyesuaian Beban
Sedangkan elemen yang berubah antara lain
1. Standa Kompetensi Lulusan
2. Standar Isi
3. Standar Poses
4. Standar Penilaian
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.  Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud  meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring
Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Proses hasil belajar menggunakan Penilaian autentik (Authentic Assessment) yaitu pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan
Berikut ini Persamaan dan Perbedaan Kurikulum KTSP dengan Kurikulum 2013 di Tingkat SMA/MA:
1.      Perbedaan
NO
PERBEDAAN
KURIKULUM 2006
KURIKULUM 2013
1
Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1.    Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.    Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3.    Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pendidikan dasar dan menengah, dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang:
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
Berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
Sehat, mandiri, dan percaya diri;
Toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.


2.
Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
·    Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
·    Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
·    Kelompok mata pelajaran  ilmu pengetahuan dan teknologi
·    Kelompok mata pelajaran estetika
·    Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Ditinjau dari manajemen sekolah, maka KTSP pada dasarnya merupakan bentuk perencanaan satuan pendidikan pada bidang intrakurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler untuk mencapai visi, misi, dan tujuannya.
1.    Dokumen KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah setidak-tidaknya meliputi: Kurikulum nasionalyang terdiri dari Rasional, Kerangka Dasar Kurikulum, Struktur Kurikulum, Deskripsi Matapelajaran, KI dan KD, dan Silabus untuk satuan pendidikan terkait.
2.    Kurda yang terdiri dari KD dan Silabus  yang dikembangkan oleh daerah yang bersangkutan, dengan acuan KI yang dikembangkan pada kurikulum nasional,
3.    Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
4.    Kegiatan kurikuler (intrakurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler).
5.    Kalender Pendidikan.
3.
Sistem yang digunakan
Dalam kurikulum 2006 yang digunakan Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar
Berbasis mata pelajaran, masing-masing disiplin ilmu dibahas atau dikelompokkan dalam satu mata pelajaran.
Dalam kurikulum 2013 yang digunakan  Kompetensi Inti (KI)
Berbasis tematik, sehingga dalam pembelajaran yang digunakan adalah tema-tema yang menjadi acuan atau bahan ajar.
4.
Silabus yang digunakan
Silabus yang digunakan adalah silabus yang dibuat oleh masing-masing satuan pendidikan yang berdasarkan silabus nasional.
Silabus yang digunakan adalah silabus dari pusat, sehingga seluruh indonesia menggunakan silabus yang sama.
6
Mata pelajaran pancasila
Dalam kurikulum 2006, mata pelajaran pendidikan pancasila ditiadakan dan diganti dengan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Dalam kurikulum 2013, mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dirubah menjadi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan.
5
Implementasi kurikulum
Dalam kurikulum 2006, sistem yang digunakan adalah penjurusan.
Dalam kurikulum 2013, sistem yang digunakan adalah peminatan.
7
Beban belajar siswa
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran yang terlalu kompleks melebihi kemampuan siswa.
Beban belajar siswa lebih sedikit dan disesuaikan dengan kemampuan siswa
8
Proses penilaian
Berfokus pada pengetahuan melalui penilaian output
Berbasis kemampuan
melalui penilaian proses dan output
10
Penilaian
Menekankan aspek kognitif
Test menjadi cara penilaian yang dominan
Menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik secara proporsional Penilaian test dan portofolio saling melengkapi
11
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Memenuhi kompetensi profesi saja Fokus pada ukuran kinerja PTK
Memenuhi kompetensi profesi, pedagogi, sosial, dan personal motivasi mengajar
12
Pengelolaan Kurikulum
Satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalampengelolaan kurikulum.
Terdapat kecenderungan satuan pendidikan menyusun kurikulum tanpa
mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah.
Pemerintah hanya menyiapkan sampai standar isi mata pelajaran
(Satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam pengelolaan kurikulum)
Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan
Satuan pendidikan mampumenyusun
kurikulum dengan mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah
(Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan)
13
Penjurusan di SLTA/Sederajat
Untuk SMA ada penjurusan sejak kelas XI. Dimana mata pelajarannya sesuai dengan penjurusan yang dipilih.
Penjurusan SMA dilakukan sejak kelas X, diamana ada mata pelajaran wajib, peminatan, antar minat dan pendalaman minat.
14
Kapasitas jam pelajaran
Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dari pada jumalah mata pelajarannya. Dimana jumlah mata pelajaran lebih banyak dibanding kurikulum 2013.
Jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak dari pada jumlah mata pelajaran. Dimana jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibanding kurikulum KTSP.
15
Standar Kompetensi
SMA dan SMK tanpa kesamaan kompetensi
SMA dan SMK memiliki mata pelajaran wajib yang sama terkait dasar-dasar pengetahuan, keterampilan ,dan sikap.
16
Standar penilaian
Standart penilaian lebih dominan pada aspek pengetahuan.
Standart penilaian menggunakan penilaian otentik yaitu mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.
17
Konten pembelajaran
Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah
Bermacam jenis konten pembelajaran diajarkan terkait dan terpadu satu sama lain. Konten ilmu pengetahuan diintegrasikan dan dijadikan penggerak konten pembelajaran lainnya.

2.      Persamaan
Kurikulum 2006 (KTSP) dan Kurikulum 2013 sama-sama menampilkan teks sebagai butir-butir KD.
Untuk struktur kurikulumnya baik pada KTSP atau pada 2013 sama-sama dibuat atau dirancang oleh pemerintah tepatnya oleh Depdiknas.
Beberapa mata pelajaran masih ada yang sama seperti KTSP. 
Terdapat kesamaan esensi kurikulum, misalnya pada pendekatan ilmiah yang pada hakekatnya berpusat pada siswa. Dimana siswa yang mencari pengetahuan bukan menerima pengetahuan.





 LIHAT SUMBERNYA DISINI !1

https://www.facebook.com/RumahBacaanRumba/posts/311541842306828


0 komentar: